BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam bidang komoditas tanaman pangan, pada setiap musim tanam masih sering terjadi masalah karena produksi benih bermutu yang belum mencukup permintaan pengguna/petani. Masalah ini disebabkan oleh adanya satu masa “istirahat” yang dialami oleh benih yang ditanam. Masa istirahat ini disebut dengan dormansi, dormansi menyebabkan tidak adanya pertumbuhan pada biji atau benih walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan (Anonim, 2008).
Hampir semua tumbuhan darat, baik tumbuhan rendah maupun tumbuhan tingkat tinggi dalam siklus hidupnya akan dijumpai adanya fase dormansi. Dormansi ini dapat terjadi baik pada seluruh tumbuhan atau organ tertentu yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal, yang bertujuan untuk mempertahankan diri pada kondisi yang kurang menguntungkan. Gejala dormansi dapat dijumpai pada biji dan organ tumbuhan lainnya, seperti tunas, rhizoma dan umbi lapis (bulb) (Anonim, 2008).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses perkecambahan tersebut (Anonim, 2008).
Dormansi kuncup
Di wilayah beriklim sedang, dormansi biji dan kuncup mempunyai banyak persamaan. Pada kuncup, induksi dormansi sama pentingnya dengan berakhirnya dormansi. Dormansi kuncup hampir selalu berkembang sebelum terbentuknya warna pada musim gugur dan mengeringnya daun. Kuncup berbagai pohon berhenti di tengah musim panas dan memperlihatkan sedikit pertumbuhan kembali di akhir musim panas sebelum memasuk dormansi penuh di musim gugur (Salisbury dan Ross, 1995).
Pada banyak spesies, dormansi kuncup diinduksi oleh suhu rendah, tetapi ada juga respon terhadap panjang hari, khususnya jika suhu tetap tinggi. Perlakuan hari pendek menyebabkan terjadinya pembentukan kuncup akhir yang dorman dan terlambatnya pemanjangan ruas dan pemanjangan daun, tetapi sering daun tidak gugur (Salisbury dan Ross, 1995).
I.2 Tujuan percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk mematahkan dormansi pada biji karena kulit biji yang keras, dengan perlakuan secara fisik yaitu dikikir dan kimia yaitu menggunakan larutan H2SO4.
I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar. Dan dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 14 Oktober 2008, pukul 14.00 - 17.00 WITA. Dan dilakukan pengamatan selama 4 minggu atau 28 hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa diakibatkan karena ketidakmampuan sumbu embrio untuk mengatasi hambatan (Anonim, 2007).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Anonim, 2006).
Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji dapat dikelompokkan dalam: (a) faktor lingkungan eksternal, seperti cahaya, temperatur, dan air; (b) faktor internal, seperti kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor, dan rendahnya zat perangsang tumbuh; (c) faktor waktu, yaitu waktu setelah pematangan, hilangnya inhibitor, dan sintesis zat perangsang tumbuh. Dormansi pada biji dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis, cahaya, temperatur, dan bahan kimia. Proses perkecambahan dalam biji dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu proses perkecambahan fisiologis dan proses perkecambahan morfologis. Sedangkan dormansi yang terjadi pada tunas-tunas lateral merupakan pengaruh korelatif dimana ujung batang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian tumbuhan lainnya yang dikenal dengan dominansi apikal. Derajat dominansi apikal ditentukan oleh umur fisiologis tumbuhan tersebut (Anonim, 2008).
Benih yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh (Anonim, 2008) :
Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih.
Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih.
Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi, sedangan pada sayuran dormansi sering dijumpai pada benih timun putih, pare dan semangka non biji. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya (Anonim, 2006) yaitu : a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi 1. Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. 2. Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri. b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji Mekanisme fisik Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri terbagi menjadi (Anonim, 2006): 1. mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik. 2. fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable. 3. kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat Mekanisme fisiologis Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi (Anonim, 2006):
1. photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
2. immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
3. thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
1. Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp.
2. Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
3. Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
4. Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
5. Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
1. Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
2. Embrio belum terdiferensiasi
3. Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.
Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering
Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit.
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah (Anonim, 2006):
1. jika kulit dikupas, embrio tumbuh
2. embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
3. embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
4. perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
5. akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin).
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Biji, http://id.wikipedia.org/, diakses pada tanggal 13 Oktober 2008 pukul 21:38.
Anonim, 2006, Dormansi dan Perkecambahan Biji, http://elisa.ugm.ac.id/, diakses pada tanggal 13 Oktober 2008 pukul 22:53.
Anonim, 2008, Dormansi Benih dan Pemecahannya, http://pustaka.ut.ac.id//, diakses pada tanggal 15 April 2008 pukul 21:38.
Anonim, 2006, Pertumbuhan dan Perkembangan Biji, http://www.freewebs.com//, diakses pada tanggal 13 Oktober 2008 pukul 21:36.
Anonim, 2007, Biji dan Perkembangan Biji, http:// www.sith.itb.ac.id//, diakses pada tanggal 13 Oktober 2008 pukul 22:34.
Salisbury, dkk., 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 3, ITB, Bandung.
BAB III
METODE PERCOBAAN
III. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, amplas, pinset, pipet volume dan pipet tetes.
III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji flamboyan (Delonix Regia), air panas, air dingin, air biasa, larutan H2SO4 pekat, aquadest, dan polybag.
III. 3 Cara Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
1. Membagi kelompok biji flamboyan menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok 5 biji.
2. Kelompok 1, menghilangkan sebagian kulit bijinya pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan mengikir menggunakan amplas.
3. Kelompok 2, merendam dalam H2SO4 pekat selama 10 menit, kemudian mencucinya.
4. Kelompok 3, merendam dalam air panas selama 10 menit.
5. Kelompok 4, merendam dengan air dingin selama 10 menit.
6. Kelompok 5, merendam dengan air biasa selama 10 menit.
7. Kemudian masing-masing kelompok tersebut ditanam dalam polybag yang telah berisi tanah dan pupuk.
8. Melakukan pengamatan selama 4 minggu dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun.
Senyawa penghambat Osmotik dan kimia
Senyawa penghambat osmotik dan kimia yang menyebabkan biji pada buah tomat yang masak tidak berkecambah di dalam buah. Dalam buah potensial osmotik air terlalu negatif untuk perkecambahan. Penghambat khusunya perkecambahan embrio yaitu ABA dalam endosperm yang sedang berkembang (Salisbury dan Ross, 1995).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perilaku fisik dan kimia terhadap pematahan dormansi biji flamboyan Delonix rigea. Ada 5 macam perlakuan yang diberikan pada biji yaitu pengamplasan pada bagian biji tempat keluarnya kotiledon yang merupakan perlakuan secara fisil dan perlakuan kimia dengan perendaman biji pada larutan yang berbeda-beda.
Biji yang diberi perlakuan fisik dengan dikikir mengalami pematahan dormansi terbukti dalam setiap minggu biji ini mengalami pertumbuhan yang pesat. Perlakuan dengan perendaman air panas tidak dapat mematahkan dormansi dari biji karena biji ini tidak mengalami pertumbuhan sama sekali. hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor pemberian air yang kurang mendidih dan perendaman dengan waktu yang sebentar sehingga kulit luar belum lunak untuk dapat ditembus oleh air. Perlakuan dengan perendaman H2SO4 juga tidak mengalami pertumbuhan disebabkan karena biji yang berada dalam kondisi asam akan mematikan pertumbuhan kotiledon begitu pula dalam kondisi dingin dimana biji akan sulit untuk tumbuh. perendaman dengan air biasa dalam hal ini aquadest tidak tumbuh munkin disebabkan oleh keadaan anantomi biji yang kurang baik.
Percobaan ini sedikit melenceng dari teori yang menyatakan bahwa sejumlah besar perlakuan diantaranya pemberian air panas dan pemberian asam sulfat efektif dalam mengurangi kandungan dalam biji keras. Dengan kata lain perlakuan ini dapat menghilangkan sumbat hilum dan mengurangi kandungan kulit biji yang keras sehingga biji dapat tumbuh dengan baik.
Pengamplasan bertujuan untuk membuat kulit biji yang keras dan tebal. menjadi lebih tipis sehingga memudahkan imbibisi air, selain itu kotiledon akan lebih cepat keluar menembus kulit biji. Perlakuan dengan perendaman air panas bertujuan untuk memberikan suhu yang ekstrim pada biji sehingga kulit biji yang tebal dapat lebih mudah ditembus oleh kotiledon.
BAB V
PENUTUP
V. 1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan, kesimpulan dari percobaan ini adalah :
1. Ada 2 cara yang dapat mematahkan dormansi yakni cara fisik dengan pengamplasan dan cara kimia dengan perendaman menggunakan air panas dan H2SO4.
2. dormansi dapat dipatahkan pada perlakuan pengamplasan biji sedangkan perlakuan lain tidak dapat mematahkan dormansi.
V. 1 Saran
Sebaiknya saat mengadakan percobaan ini, perendaman dan pemberian perlakuan dilakukan dengan baik karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam percobaan ini.
0 komentar:
Posting Komentar