Etika Bertamu dan Menerima Tamu

Etika Bertamu dan Menerima Tamu
Etika Bertamu

1. Meminta izin.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.
Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (An-Nur 27-28)

2. Minta Izin Maksimal Tiga Kali

Dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata, Abu Musa telah meminta izin tiga kali kepada Umar untuk memasuki rumahnya, tetapi tidak ada yang menjawab, lalu dia pergi, maka sahabat Umar menemuinya dan bertanya, "Mengapa kamu kembali?" Dia menjawab, "Saya mendengar Rasulullah bersabda, Barangsiapa meminta izin tiga kali, lalu tidak ada jawaban, maka hendaklah kembali. (Shahih HR. Ahmad)

3. Tidak Menghadap Ke Arah Pintu Masuk, Namun Disisi Kanan atau Kirinya

Dari Abdullah bin Bisyer ia berkata, Adalah Rasulullah apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya ke depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan "Assalamu ‘alaikum … assalamu'alaikum …" (Shahih HR. Abu Dawud)

4. Jika Ditanya Hendaknya Menyebut Nama Yang Jelas

Saya datang kepada Rasulullah untuk membayar hutang ayahku. Lalu aku mengetuk pintu rumahnya. Lalu beliau bertanya, "Siapa itu?" Lalu aku menjawab, "Saya." Nabi berkata, "Saya?… Saya? … seakan-akan beliau tidak menyukainya. (HR. Bukhari)

5. Dilarang Mengintai Ke Dalam Bilik

Dari Anas bin Malik, sesungguhnya ada seorang laki-laki mengintip sebagian kamar Nabi, lalu Nabi berdiri menuju kepadanya dengan membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar, dan seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang untuk menusuk orang itu. (HR. Bukhari)

6. Bila Diminta Pulang, Hendaknya Pulang

Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (lihat ayat diatas)

7. Menyempaikan Salam Kepada Shohibul Bait Bila Telah Berjumpa

hadits dari Abu Hurairoh bahwasanya ia berkata, Rasulullah bersabda, "Hak orang muslim kepada muslim yang lain ada enam perkara." Beliau ditanya "Apa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jika kamu menjumpainya, hendaknya engkau menyampaikan salam kepadanya..." (HR. Muslim)

8. Tidak Masuk Bila Yang Mengizinkan Wanita

Seorang tamu pria hendaknya tidak masuk rumah apabila yang mempersilahkan masuk adalah seorang wanita. Kecuali wanita tersebut telah diizinkan oleh suaminya atau mahromnya.
Amr berkata, Rasulullah melarang kami meminta izin untuk menemui wanita tanpa mendapat izin suaminya. (Shahih HR. Ahmad)
Dari Amr bin Al-Ash dia berkata, Sesungguhnya Rasulullah melarang kami masuk di rumah wanita yang tidak ada mahromnya. (Shahih HR. Ahmad)

9. Menundukkan Pandangan Jika Apabila Melihat Wanita (lawan jenis)

Katakanlah kepada kaum laki-laki beriman, hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga farjinya. Yang demikian itu lebih bersih untuk mereka. Sesungguhnya Allah itu Maha waspada dengan apa yang mereka kerjakan. (An-Nur: 30)

10. Mendoakan Shohibul Bait

Dari Hisyam bin Yusuf, dia berkata, Saya mendengar Abdullah bin Bisyr menceritakan bahwa ayahnya pernah membuat makanan untuk Nabi, lalu dia mengundangnya, lalu beliau mendatangi undangannya. Maka tatkala selesai makan, beliau berdoa, Ya Allah, ampunilah dosanya dan rohmatilah dia dan berkahilah rizki yang engkau berikan kepadanya. (HR. Muslim dan Ahmad)

11. Tidak Menceritakan Aibnya Kepada Orang Lain

Abu Hurairoh, dia berkata, Sesungguhnya Rasulullah bersabda, "Tahukah kamu apa ghibah itu?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Lalu beliau bersabda, "Ghibah adalah engkau menyebutkan saudaramu (kepada orang lain) dengan sesuatu yang ia benci." Lalu dikatakan kepadanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu bila aib yang kuceritakan itu memang benar?" Beliau menjawab, "Jika apa yang kamu ceritakan itu benar, berarti kemu meng-ghibah-nya. Jika tidak, berarti engkau berbuat dusta." (HR. Muslim)


Etika Menerima Tamu

1. Menjawab Salam

Dari Abu Hurairoh berkata: Saya mendengar Rosulullah bersabda: "Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima; Menjawab salam…" (HR. Bukhari)

2. Boleh Menanyakan Siapa Namanya

Lihat Hadits diatas.

3. Boleh Menolak Tamu

Lihat Ayat diatas.

4. Boleh Saling Berpelukan dan Berjabat Tangan

Dari Sya'bi dengan sanadnya: "Sesungguhnya sahabat Nabi apabila mereka bertemu, mereka saling berjabat tangan dan bila datang dari bepergian mereka berpeluk-pelukan. Dari Abu Ja’far dia berkata: Ketika aku datang menghadap Rosulullah dari Najasi beliau menjumpaiku lalu memelukku.
Dari Ummu Darda’ dia berkata: Ketika Salman tiba, dia bertanya "Dimana saudaraku?" Lalu aku menjawab: "Dia di masjid", lalu dia menuju ke masjid dan setelah melihatnya, dia memeluknya, sedangkan sahabat yang lain saling berpeluk-pelukan pula. (Syarh Ma'anil Atsar:4/281.)

5 Tidak Memasukkan Tamu Lain Jenis

Dari Ibnu Abbas dari Nabi beliau bersabda: "Janganlah seorang laki-laki menyepi dengan seorang perempuan kecuali ada mahromnya, lalu ada seorang laki-laki berdiri seraya bertanya: "Wahai Rosulullah, istriku akan menjalankan haji, sedangkan aku telah mewajibkan diriku untuk mengikuti perang ini dan ini?" Beliau berkata: "Kembalilah dan berangkatlah haji bersama istrimu ". (HR. Bukhori)

6. Menyambut Tamu Dengan Gembira

Hendaknya shohibul bait menyambut tamunya dengan penuh gembira, wajah berseri-seri sekalipun hati kurang berkenan karena melihat sikap atau akhlaknya yang jelek.
Dari Aisyah ia berkata: "Sesungguhnya ada seorang yang mints izin kepada Nabi. Ketika Nabi melihatnya sebelum dia masuk, beliau berkata: "Dialah saudara golongan terjelek, dialah anak golongan terjelek" Kemudian setelah dia duduk, Nabi berseri-seri wajahnya, dan mempersilakan padanya. Setelah lakilaki itu pergi, Aisyah berkata kepada Rosulullah: "Wahai Rosulullah ketika engkau lihat laki-laki itu tadi, engkau berkata begini dan begitu, kemudian wajahmu berseri-seri dan engkau mempersilakan padanya?" Maka Rosulullah bersabda: "Wahai Aisyah, kapan engkau tahu aku mengucap kotor? Sesungguhnya sejelek-jelek manusia di sisi Allah pada hari Qiamat adalah orang yang ditinggalkan manusia karena takut akan kejelekannya ". (HR. Bukhari)

7. Menjamu Tamu Sesuai Kemampuan

Dari Abu Hurairoh, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertamu kepada Nabi, lalu beliau menyuruh utusan untuk meminta makanan kepada istrinya. Sang istri berkata: "Kita tidak mentpunyai apa-apa kecuali air". Lalu Rosulullah bertanya kepada sahabatnya: "Siapa yang bersedia menjamu dan menanggung tamu ini?" Ada salah seorang sahabatAl-Anshor berkata: "Saya sanggup wahai Nabi." Maka dibawalah tamu tersebut ke rumah istrinya, lalu sahabat itu berkata kepada istrinya: "Jamulah tamu Rosulullah ini". Istrinya menjawab: "Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan untuk anak-anak kita yang masih kecil ini". Sahabat itu berkata: "Siapkan makananmu itu sekarang. Nyalakan lampu, tidurkan anakmu bila dia ingin makan malam ". Sang istri itu mentaati suaminya, lalu dia menyiapkan makanan untuk tamunya, menyalakan lampu dan menidurkan anaknya. Lalu sang istri berdiri seolah-olah hendak memperbaiki lampu lalu mentadamkannya, maksudnya untuk meyakinkan tamunya seolah-olah keduanya ikut makan, lalu semalaman suanti istri tidur dengan menahan lapar. Maka pada pagi hari dia pergi menuju ke nunah Rosulullah. Lalu Rosulullah bersabda: "Tadi malam Allah tertawa, atau heran (takjub) dengan perbuatan kamu berdua ", maka turunlah ayat: Dan mereka (yaitu sahabat. Al-Anshor) mengutamakan kepentingan (sahabat muhajirin daripada kepentingan dirinya sendiri), sekalipun mereka dalam keadaan sangat membuutuhkan, dan barangsiapa yang dijaga dari kebakhilan maka mereka itulah orang yang beruntung. (Al-Hasyr:9)


Semoga bermanfaat

Etika Pergaulan Menurut Islam

Etika Pergaulan Menurut Islam

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat <49>:13)
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.
Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan kekuasaan-Nya.
Maka dari itu, janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan hal yang wajar, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar dan adil. Karena bisa jadi sesuatu yang tadinya kecil, tetapi karena salah menyikapi, akan menjadi hal yang besar. Itulah perbedaan. Tak ada yang dapat membedakan kita dengan orang lain, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah SWT (QS. Al_Hujurat <49>:13)
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf, tafahum, dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.
Ta’aruf. Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan? Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud?
Begitulah, ternyata ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).
Ta’awun. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullulloh SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan. Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh makhluknya. Wallahu a’lam bishshawab.

Etika Berpakaian

Etika Berpakaian


PoorBest Orang Muslim meyakini bahwa berpakaian itu diperintahkan Allah Ta’ala dalam firman-firman-Nya, seperti dalam firman-firman-Nya berikut ini:

“Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
(Al-Araaf: 31).

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.”
(Al-A’raaf: 26).

“Dan Dia jadikan bagi kalian pakaian yang memelihara kalian dari panas, dan pakaian (baju besi) yang memelihara kalian dalam perangan.”
(An-Nahl: 81).

“Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kalian guna memelihara dalam peperangan kalian, maka hendaklah kalian bersyukur.”
(Al-Anbiya’: 80).

Rasulullah saw. memerintahkan berpakaian dalam sabdanya, “Makanlah kalian, minumlah kalian, berpakaianlah kalian, dan bersedekahlah kalian tanpa kikir dan tanpa sombong.”
(Diriwayatkan Al Bukhari)

Selain itu, Rasulullah saw. menjelaskan apa saja yang boleh dijadikan pakaian, apa yang tidak boleh dijadikan pakaian, apa yang disunnahkan untuk dipakai, dan apa yang dimakruhkan untuk dipakai. Oleh karena itu, orang Muslim konsekwen dengan etika-etika berikut dalam berpakaian:

Ia tidak memakai pakaian dari bahan sutra secara mutlak untuk pakaian, sorban, dan lain sebagainya. karena dalil-dalil berikut:

Sabda Rasulullah saw.,
“Kalian jangan mengenakan sutra, karena sesungguhnya barang siapa mengenakannya di dunia, ia tidak mengenakannya di akhirat.”
(Muttafaq Alaih).

Rasulullah saw. mengambil sutra kemudian meletakkannya di tangan kanannya, dan mengambil emas kemudian meletakkannya di tangan kirinya kemudian bersabda,
“Sesungguhnya dua barang ini haram bagi laki-laki dari umatku.”
(Diriwayatkan Abu Daud dengan sanad yang baik).

Sabda Rasulullah saw.,
“Diharamkan penggunaan sutra dan emas bagi laki-laki dari umatku, dan dihalalkan bagi wanita-wanita mereka.”

Ia tidak memperpanjang pakaian atau celananya, atau burnus (sejenis mantel yang bertudung kepala), atau gamisnya hingga mencapai telapak kaki, karena sabda-sabda Rasulullah saw. berikut:

“Kain yang ada di bawah telapak kaki adalah di neraka.”

“Memanjangkan hingga di bawah kedua tumit pada kain, gamis, dan sorban. Barangsiapa menyeret salah satu daripadanya dengan sombong, maka Allah tidak melihat kepadanya pada hari kiamat.”
(Diriwayatkan An-Nasai).

“Allah tidak melihat kepada orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong.”
(Muttafaq Alaih).

Ia lebih mengutamakan pakaian yang berwarna putih daripada warna-warna lainnya, dan berpendapat bahwa penggunaan semua warna adalah diperbolehkan, karena dalil-dalil berikut:

Sabda Rasulullah saw.,
“Kenakanlah pakaian berwarna putih, karena warna putih adalah paling suci, dan paling baik, serta kafanilah mayit kalian dengan kain berwarna putih.”
(Diriwayatkan An-Nasai dan Al-Hakim yang meng-shahih-kannya).

Al-Barra’ bin Azib ra berkata,
“Rasulullah saw. sedang perawakannya. Aku pernah melihat beliau mengenakan pakaian berwarna merah dan aku tidak pernah melihat orang lain yang lebih tampan daripada beliau.”
(Diriwayatkan Al-Bukhari).

Diriwayatkan dengan shahih, bahwa Rasulullah saw. juga mengenakan pakaian yang berwama hijau, dan menggunakan sorban berwarna hitam.

Wanita Muslimah wajib memanjangkan pakaiannya hingga menutupi kedua kakinya, dan memanjangkan kerudung di kepalanya hingga menutupi leher dan dadanya, karena dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta ‘ala,
“Hai Nabi, katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang Mukminin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’.”
(Al-Ahzab: 59).

“Katakanlah kepada wanita-wanita beriman, ‘Hendaklah menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung’.”
(An-Nuur: 31).

Aisyah ra berkata,
“Semoga Allah merahmati wanita-wanita kaum Muhajirin pertama. Ketika Allah menurunkan ayat, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya”, maka mereka merobek pakaian tanpa jahitan mereka, kemudian mereka menggunakannya sebagai kerudung.”
(Diriwayatkan Al Bukhari).

Ummu Salamah ra berkata, “Ketika ayat ini turun, ‘Hai Nabi, katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang Mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’, maka wanita-wanita Anshar keluar dan di kepala mereka seperti ada burung-burung gagak dari kain.”

Kaum laki-laki tidak menggunakan cincin emas, karena dalil-dalil berikut:

Sabda Rasulullah saw. tentang emas, dan sutra,
“Sesungguhnya dua barang ini haram bagi orang laki-laki dari umatku.”
(Diriwayatkan Abu Daud).

Sabda Rasulullah saw.,
“Diharamkan pakaian sutra dan emas bagi orang laki-laki dari umatku, dan dihalalkan bagi wanita-wanita mereka.”

Sabda Rasulullah saw. ketika melihat cincin emas di tangan seseorang kemudian beliau mencabutnya, dan membuangnya, “Salah seorang dari kalian pergi ke bara neraka, kemudian meletakkannya di tangannya.” Setelah Rasulullah SAW. pergi, maka dikatakan kepada orang tersebut, “Ambillah cincinmu, dan manfaatkan.” Orang tersebut berkata, “Tidak, demi Allah, aku tidak akan mengambilnya selama-lamanya, karena cincin tersebut telah dicampakkan Rasulullah saw.”
(Diriwayatkan Muslim).

Seorang Muslim diperbolehkan mengenakan cincin dari perak, atau mencetak namanya di cincin peraknya, kemudian menggunakannya sebagai cap surat-suratnya, atau buku-bukunya, dan menandatangani cek, dan lain sebagainya, karena dalil-dalil berikut:

Karena Rasulullah saw. mengenakan cincin dari perak, di dalamnya terdapat tulisan Muhammad Rasulullah, dan beliau mengenakan cincin tersebut di jari kelingking tangan kirinya.

Anas bin Malik ra berkata,
“Cincin Rasulullah saw. terletak di sini (sambil memberi isyarat ke jari kelingking tangan kirinya).”
(Diriwayatkan Muslim).

Seorang Muslim tidak dibenarkan menutupkan kain ke seluruh tubuhnya, dan tidak menyisakan tempat keluar untuk kedua tangannya karena Rasulullah saw. melarang hal ini dan tidak boleh berjalan dengan satu sandal karena Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian berjalan dengan satu sandal, namun hendaknya ia melepas kedua-duanya, atau menggunakan kedua-duanya.”
(Diriwayatkan Muslim).

Laki-laki Muslim tidak boleh mengenakan busana Muslimah begitu juga sebaliknya, karena Rasulullah saw. mengharamkannya dalam sabda-sabdanya berikut:

“Allah melaknat orang laki-laki yang mengenakan busana wanita, dan wanita-wanita yang menyerupai laki-laki.”
(Diriwayatkan Al-Bukhari).

“Allah melaknat laki-laki yang mengenakan busana wanita, dan Wanita yang mengenakan busana laki-laki. Allah juga melaknat laki-laki yang menyerupai wanita-wanita, dan wanita-wanita yang menyerupai.”
(Diriwayatkan Al-Bukhari).

Jika mengenakan sandal maka ia memulai dengan kaki kanan, dan jika melepasnya maka memulainya dengan kaki kiri, karena Rasulullah saw. bersabda, “Jika salah seorang dari kalian mengenakan sandal, hendaklah ia memulai dengan kaki kanan, dan jika ia melepasnya, hendaklah ia memulai dengan kaki kiri, agar kaki kanan yang pertama kali dikenakan sandal, dan yang pertama kali dilepas.”
(Diriwayatkan Muslim).

Jika ia berpakaian, ia memulainya dengan tangan kanan, karena Aisyah ra berkata, “Rasulullah saw. suka memulai dengan tangan kanan dalam segala hal, dalam mengenakan kedua sandalnya, dalam bersisir, dan dalam bersuci.”
(Diriwayatkan Muslim).

Jika seorang Muslim mengenakan pakaian baru, atau sesuatu yang baru, ia berdoa, “Ya Allah, pujian untuk-Mu, Engkau telah memberi pakaian kepadaku. Aku meminta kebaikan pakaian ini kepada-Mu, dan kebaikan apa yang diciptakan untuknya. Dan aku berlindung diri kepada-Mu dari keburukannya, dan keburukan apa yang diciptakan untuknya.”

Jika orang Muslim melihat saudara seagamanya mengenakan baju Muslim, ia mendoakannya dengan berkata, “Usanglah, dan lusuhlah,” karena Rasulullah saw. berdoa dengan doa tersebut untuk Ummu Khalid yang mengenakan busana baru.
(Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang meng-hasan-kannya).

Etika Bekerja

Dalam bekerja, seringkali kita tidak memperhatikan hal-hal kecil yang mungkin saja terlupakan ketika kita sedang beraktifitas di kantor. Namun sebenarnya, hal-hal tersebut dapat menjadi sangat berguna dan memberikan kesan positif jika kita bisa mengemasny Berikut ini adalah beberapa tips yang dapat diaplikasikan di lingkungan kerja sebagai etika dalam bekerja:

A.Tampilkan Rasa Percaya Diri
-Yakinlah dengan kemampuan diri sendiri
-Usahakan mampu berkomunikasi dengan diri sendiri
-Yakinlah setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan
-Jauhkan rasa minder dan rendah diri
-Bersikaplah biasa, tidak “over atau under confidence”

B.Jagalah Disiplin Diri
-Datang ke kantor sebelum jam masuk
-Meninggalkan kantor melebihi jam masuk
-Tidak meninggalkan pekerjaan tanpa ijin atasan
-Jam kerja digunakan secara efektif
-Tidak mengunakan jam kerja untuk hal yang tidak terkait dengan pekerjaan

C.Etika Masuk Kantor
-Mengucapkan salam terlebih dahulu
-Tunjukkan wajah ceria
-Pandanglah semua orang yang ada di ruangan dengan senyum
-Tanyakan kabar baik pada teman di sebelah
-Jika memungkinkan ucapkan salam pada atasan setiap pagi

D.Pahami Dasar Etika Pergaulan
-Bersikap sopan santun dan ramah
-Perhatian terhadap orang lain
-Mampu menjaga perasaan orang lain
-Toleransi dan rasa ingin membantu
-Mampu mengendalikan emosi diri

E.Etika Berpakaian
-Memakai pakaian dengan ukuran yang pas
-Usahakan pakaian rapi dan tidak kedodoran
-Usahakan model pakaian yang sopan
-Pilih warna yang tidak menyolok
-Pilih model pakaian yang tidak terlalu kuno

F.Etika Berbicara
-Bicara harus menatap lawan bicara
-Suara harus jelas terdengar
-Menggunakan tata bahasa yang baik
-Jangan menggunakan nada suara yang tinggi
-Pembicaraan mudah dimengerti

G.Berbicara Simpatik
-Bisa mengimbangi lawan bicara
-Berkeinginan menyenangkan lawan bicara
-Mampu menciptakan rasa humor
-Mau memuji lawan bicara
-Mampu menjadi pendengar yang baik

H.Yang Harus Dihindari Dalam Pembicaraan
-Membicarakan kejelekan orang lain
-Membicarakan hal yang sensitif
-Memotong pembicaraan orang lain
-Mendominasi pembicaraan
-Banyak membicarakan diri sendiri

I.Hubungan Dengan Atasan
-Hormat kepada setiap atasan
-Mintalah saran dan petunjuk agar dapat berkomunikasi dengan atasan
-Usahakan tidak membuat kecewa atasan
-Beri masukan dan saran secara bijak
-Jangan spontan menolak perintah atasan
-Jangan membuat malu atasan

J.Hubungan Dengan Teman Sekerja
-Jangan menganggap sebagai pesaing tetapi mitra kerja
-Kembangkan kebiasaan saling membantu
-Kembangkan kebiasaan saling mengingatkan
-Usahakan tidak terjadi konflik
-Kembangkan kebiasaan diskusi sehat
-Jangan menjatuhkan teman di hadapan atasan

K.Hubungan Dengan Bawahan
-Hargai bawahan sebagai manusia yang bermartabat
-Jangan terlalu menunjukkan kekuasaan
-Bangun hubungan personal yang mesra
-Sering-seringlah menanyakan kondisi kesehatan dan keluarganya
-Berikan perintah dan teguran secara bijak

L.Perhatikan Penampilan Anda
-Menjaga sikap tubuh yang seimbang (cara berdiri, duduk, berjalan dll)
-Menunjukkan ekspresi wajah simpatik
-Menjaga kebersihan diri
-Menjaga bau badan dan mulut
-Menjaga kesehatan sehingga tampil prima

M.Jaga Kredibilitas Anda
-Bicaralah dengan jujur
-Tepatilah janji
-Miliki rasa tanggung jawab yang tinggi
-Jangan berjiwa pengecut
-Jaga sikap loyal terhadap organisasi

N.Menganggap Kantor Sebagai Rumah Kedua
-Merasa seperti di rumah sendiri
-Buat suasana kantor yang menyenangkan
-Lengkapi foto-foto keluarga
-Ubah posisi peralatan ruang kantor secara periodik
-Buat ruang khusus untuk menjalankan ibadah

Adab dan Etika Bertamu

Adab dan Etika Bertamu


Untuk orang yang mengundang:
Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan seorang mu`min, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersbda: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan pengantinan (walimah), karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.” (Muttafaq’ alaih).
Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoya-foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan membahagiakan teman-teman sahabat.
Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia menuturkan: “Pada suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)
Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hida-ngan) sebelum tamu selesai menikmati jamuan.
Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.

Bagi tamu :

Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, karena hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam mengatakan: “Barangsiapa yang diundang kepada walimah atau yang serupa, hendaklah ia memenuhinya”. (HR. Muslim).
Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya, karena hadits yang bersumber dari Jabir Radhiallaahu anhu menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan ia berpuasa, maka hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka makanlah dan jika tidak, tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang punya rumah kaget sebelum semuanya siap.
Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundang-nya seusai menyantap hidangannya. Dan di antara do`a yang ma’tsur adalah :

أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ المَلاَئِكَةُ (رواه أبو داود)

“Orang yang berpuasa telah berbuka puasa padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikan telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani).

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ ، اَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنَا وَاسْقِ مَنْ سَقَانَا

“Ya Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi mereka apa yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah, berilah makan orang yang telah memberi kami makan, dan berilah minum orang yang memberi kami minum”.

ETIKA BERBICARA

ETIKA BERBICARA



Berbicara adalah kebutuhan kita sebagai manusia. Berbicara merupakan salah satu cara yang efektif bagi kita untuk berkomunikasi. Dengan berbicara kita bisa menyampaikan maksud dan tujuan serta buah pikiran kita dengan cepat.
Namun alangkah bijaksananya jika kita memperhatikan cara berbicara maupun isi dan materi yang kita bicarakan. Jangan sampai ungkapan “banyak bicara banyak berdosa” sampai menjangkiti kita. Maksud kita hendak mengkomunikasikan sesuatu malah menjadi ajang memperpanjang daftar dosa. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
Ada banyak etika, adab dan sopan santun dalam berbicara yang diketahui dan dianut oleh masyarakat. Salah satu acuan yang dapat kita pedomani adalah adab berbicara di Minang Kabau Sumatera Barat yang dikenal dengan “Kato nan Ampek” yaitu adab berbicara dibedakan atas empat (ampek) jenis audience atau lawan komunikasi kita, sebagai berikut:
1. Kato Mandaki
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau dituakan dan lebih dihormati karena jabatan dan kedudukannya.

2. Kato Mandata
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan teman sebaya atau rekan kerja.

3. Kato Malereng
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kita dan keluarga seperti ipar, besan, sumando, mamak rumah.

4. Kato Manurun
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang lebih muda ataupun kepada bawahan.

Selain adab dan pemilihan kata dalam berkomunikasi, perhatikan juga materi atau isi pembicaraan kita. Berikut ini ada beberapa materi yang suka dijadikan topik dalam pembicaraan dan dikhawatirkan dapat menjerumuskan kita pada pembicaraan yang berpotensi dosa.
Membicarakan kelebihan diri sendiri
Pembicaraan jenis ini disatu sisi diyakini bisa meningkatkan rasa percaya diri/self esteem. Dan baik juga untuk meningkatkan citra positif yang bisa memacu semangat dalam beraktifitas. Namun harus diwaspadai jika pembicaraan ini terlalu berlebihan bisa menimbulkan kesombongan.

Membicarakan kekurangan diri sendiri
Pembicaraan jenis ini berguna untuk introspeksi diri sehingga dengan menyadari kekurangan kita bisa mengupayakan perbaikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup selanjutnya. Namun jika berlebihan dan sampai pada penyesalan-penyesalan yang keterlaluan apalagi meratapi nasib akan berakibat buruk terhadap tingkat percaya diri yang bisa membuat kehilangan semagat hidup.

Membicarakan kelebihan orang lain
Kelebihan orang lain dapat memotivasi kita untuk berbuat hal yang sama jika kita dan lingkungan menganggapnya sebagai sesuatu yang baik dan layak ditiru. Tapi jika terlalu berlebihan dan sampai mengidolakan apalagi sampai mengkultuskan seseorang akan berakibat tidak sehat untuk jiwa.

Membicarakan kekurangan orang lain
Topik ini merupakan yang paling senang dibicarakan orang dimana. Infotainment yang memuat berbagai skandal dan kebobrokan moral sangat digemari dan mempunyai rating yang tinggi. Pembicaraan ini yang lebih populer disebut gosip, gunjing atau ghibah sering menjadi topik sehari-hari dan sebagian dari kita sangat senang dan bahkan menikmati pembicaraan ini. Alangkah bijaksananya jika kita menyikapi fenomena ini sebagai ajang introspeksi bukannya malah menu utama untuk dijadikan pembicaraan hangat setiap harinya.

Banyak sekali pepatah dan ungkapan bijak yang mengingatkan kita untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata agar kita tidak terlibat dalam pembicaraan yang mengandung dosa. Jika tidak terlalu penting “Silent is Gold” sangat bijak diterapkan. Ataupun kalau harus ada kata-kata yang hendak disampaikan pilihlah kata-kata yang tepat, jangan sampai menyakiti perasaan orang lain yang mendengarnya karena “Kata-kata bisa lebih tajam dari pedang”.
Komunikasikanlah sesuatu dengan kata-kata yang tepat dan dengan cara yang baik jangan sampai menjadi bumerang bagi diri sendiri sebagaimana ungkapan “Mulutmu harimaumu akan menerkam kepalamu”. Apalagi kalau kata-kata yang diucapkan merupakan ucapan yang tidak benar atau berupa kebohongan dan sampai menimbulkan fitnah karena “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan”. Alangkah besar dampak suatu kebohongan yang dituduhkan pada orang lain bahkan lebih buruk dari menghilangkan nyawa sekalipun. Jadi, walau “lidah tak bertulang” tapi pengaruhnya sangat besar pada keharmonisan hubungan antar sesama manusia. Jagalah lisan, perhatikan etika ketika berbicara, semoga kita semua menjadi lebih bijaksana karenanya.

Etika Makan dan Minum

Etika Makan dan Minum
Abu Bakr Jabir al-Jazairi


Orang Muslim melihat makanan dan minuman itu sebagai sarana, dan bukan tujuan. Ia makan dan minum untuk menjaga kesehatan badannya karena dengan badan yang sehat, ia bisa beribadah kepada Allah Ta'ala dengan maksimal. Itulah ibadah yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia tidak makan minum karena makanan dan minuman, serta syahwat keduanya saja.

Oleh karena itu, jika ia tidak lapar ia tidak makan, dan jika ia tidak kehausan maka ia tidak minum. Rasulullah saw. bersabda, "Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali kami lapar, dan jika kami makan maka kami tidak sampai kekenyangan."

Etika Sebelum Makan

Etika sebelum makan adalah sebagai berikut :

1. Makanan dan minumannya halal, bersih dari kotoran-kotoran haram, dan syubhat, karena Allah Ta'ala berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian." (Al-Baqarah:172).

Yang dimaksud rizki yang baik ialah halal yang tidak ada kotoran di dalamnya.

2. Ia meniatkan makanan dan minumannya untuk menguatkan ibadahnya kepada Allah Ta‘ala, agar ia diberi pahala karena apa yang ia makan, dan ia minum. Sesuatu yang mubah jika diniatkan dengan baik, maka berubah statusnya menjadi ketaatan dan seorang Muslim diberi pahala karenanya.

3. Ia mencuci kedua tangannya sebelum makan jika keduanya kotor, atau ia tidak dapat memastikan kebersihan keduanya.

4. Ia meletakkan makanannya menyatu di atas tanah, dan tidak di atas meja makan, karena cara tersebut lebih dekat kepada sikap tawadlu', dan karena ucapan Anas bin Malik ra, "Rasulullah saw. pernah makan di atas meja makan atau di piring." (Diriwayatkan Al-Bukhari).

5. Ia duduk dengan tawadlu dengan duduk berlutut, atau duduk di atas kedua tumitnya, atau menegakkan kaki kanannya dan ia duduk di atas kaki kirinya, seperti duduknya Rasulullah saw., karena Rasulullah saw. bersabda,

"Aku tidak makan dalam keadaan bersandar, karena aku seorang budak yang makan seperti makannya budak, dan aku duduk seperti duduknya budak." (Diriwayatkan Al-Bukhari).

6. Menerima makanan yang ada, dan tidak mencacatnya, jika ia tertarik kepadanya maka ia memakannya, dan jika ia tidak tertarik kepadanya maka ia tidak memakannya, karena Abu Hurairah ra berkata, "Rasulullah saw. tidak pernah sekali pun mencacat makanan, jika beliau tertarik kepadanya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak tertarik kepadanya maka beliau meninggalkannya." (Diriwayatkan Abu Daud).

7. Ia makan bersama orang lain, misalnya dengan tamu, atau istri, atau anak, atau pembantu, karena Rasulullah saw. bersabda,

"Berkumpullah kalian di makanan kalian niscaya kalian diberi keberkahan di dalamnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

Etika ketika sedang Makan

Di antara etika sedang makan ialah sebagai berikut:

1. Memulai makan dengan mengucapkan basmalah, karena Rasulullah saw. bersabda,

"Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa tidak menyebut nama Allah, maka hendaklah ia menyebut nama Allah Ta‘ala pada awalnya dan hendaklah ia berkata, Dengan nama Allah, sejak awal hingga akhir." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

2. Mengakhiri makan dengan memuji Allah Ta‘ala, karena Rasulullah saw. bersabda,

"Barangsiapa makan makanan, dan berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini kepadaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku', maka dosa-dosa masa lalunya diampuni." (Muttafaq Alaih).

3. Ia makan dengan tiga jari tangan kanannya, mengecilkan suapan, mengunyah makanan dengan baik, makan dari makanan yang dekat dengannya (pinggir) dan tidak makan dari tengah piring, karena dalil-dalil berikut

Rasulullah saw. bersabda kepada Umar bin Salamah,

"Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (pinggir)." (Muttafaq Alaih).

"Keberkahan itu turun di tengah makanan. Maka oleh karena itu, makanlah dari pinggir-pinggirnya, dan janqan makan dari tengahnya." (Muttafaq Alaih).

4. Mengunyah makanan dengan baik, menjilat piring makanannya sebelum mengelapnya dengan kain, atau mencucinya dengan air, karena dalil-dalil berikut:

Rasulullah saw. bersabda,

"Jika salah seorang dari kalian makan makanan, maka ia jangan membersihkan jari-jarinya sebelum ia menjilatnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

Ucapan Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw. memerintahkan menjilat jari-jari dan piring. Beliau bersabda,

"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di makanan kalian yang mana keberkahan itu berada." (Diriwayatkan Muslim).

5. Jika ada makanannya yang jatuh, ia mengambil dan memakannya, karena Rasulullah saw. bersabda,

"Jika sesuap makanan kalian jatuh, hendaklah ia mengambilnya, membuang kotoran daripadanya, kemudian memakan sesuap makanan tersebut, serta tidak membiarkannya dimakan syetan." (Diriwayatkan Muslim).

6. Tidak meniup makanan yang masih panas, memakannya ketika telah dingin, tidak bernafas di air ketika minum, dan bernafas di luar air hingga tiga kali, karena dalil-dalil berikut:

Hadits Anas bin Malik ra berkata, "Rasulullah saw. bernafas di luar tempat minum hingga tiga kali." (Muttafaq Alaih).

Hadits Abu Said Al-Khudri ra, bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di minuman. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

Hadits lbnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di dalam minuman, atau meniup di dalamnya. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

7. Menghindari kenyang yang berlebih-lebihan, karena Rasulullah saw., bersabda,

"Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti makanan, dan dengan seperti minuman, dan sepertiga yang lain untuk dirinya." (Diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini hasan).

8. Memberikan makanan atau minuman kepada orang yang paling tua, kemudian memutarnya kepada orang-orang yang berada di sebelah kanannya dan seterusnya, dan ia menjadi orang yang terakhir kali mendapatkan jatah minuman, karena dalil-dalil berikut:

Sabda Rasulullah saw.,

"Mulai dengan orang tua. Mulailah dengan orang tua."

Maksudnya, mulailah dengan orang-orang tua.

Rasulullah saw. meminta izin kepada Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan.

Sabda Rasulullah saw.,

"Sebelah kanan, kemudian sebelah kanan." (Muttafaq Alaib).

"Pemberi minuman ialah orang yang paling akhir meminum."

9. Ia tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata,

Jika tangan-tangan dijulurkan kepada perbekalan,

Maka aku tidak buru-buru mendahului mereka,

sebab orang yang paling rakus ialah

orang yang paling buru-buru terhadap makanan.

10. Tidak memaksa teman atau tamunya dengan berkata kepadanya, ‘silakan makan', namun ia harus makan dengan etis (santun) sesuai dengan kebutuhannya tanpa merasa malu-malu, atau memaksa diri malu-malu, sebab hal tersebut menyusahkan teman atau tamunya, dan termasuk riya', padahal riya' itu diharamkan.

11. Ramah terhadap temannya ketika makan bersama dengan tidak makan lebih banyak dari porsi temannya, apalagi jika makanan tidak banyak, karena makan banyak dalam kondisi seperti itu termasuk memakan hak (jatah) orang lain.

12. Tidak melihat teman-temannya ketika sedang makan, dan tidak melirik mereka, karena itu bisa membuat malu kepadanya. Ia harus menahan pandangannya terhadap wanita yang makan di sekitarnya, dan tidak mencuri-curi pandangan terhadap mereka, karena hal tersebut menyakiti mereka membuat mereka marah dan ia pun mendapat dosa karena perbuatannya tersebut.

13. Tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak sopan oleh masyarakat setempat. Misalnya, ia tidak boleh mengibaskan tangannya di piring, tidak mendekatkan kepalanya ke piring ketika makan agar tidak ada sesuatu yang jatuh dari kepalanya ke piringnya, ketika mengambil roti dengan giginya ia tidak boleh mencelupkan sisanya di dalam piring, dan tidak boleh berkata jorok, sebab hal ini mengganggu salah satu temannya, dan mengganggu seorang Muslim itu haram hukumnya.

14. Jika ia makan bersama orang-orang miskin, ia harus mendahulukan orang miskin tersebut. Jika ia makan bersama saudara-saudaranya, ia tidak ada salahnya bercanda dengan mereka dalam batas-batas yang diperbolehkan. Jika ia makan bersama orang yang berkedudukan, maka ia harus santun, dan hormat terhadap mereka.

Etika Setelah Makan

Di antara etika setelah makan ialah sebagai berikut:

1. Ia berhenti makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah saw. agar ia tidak jatuh dalam kebinasaan, dan kegemukan yang menghilangkan kecerdasannya.

2. Ia menjilat tangannya, kemudian mengelapnya, atau mencucinya. Namun mencucinya lebih baik.

3. Ia mengambil makanan yang jatuh ketika ia makan, karena ada anjuran terhadap hal tersebut, dan karena itu adalah bagian dari syukur atas nikmat.

4. Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya, dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir kepada Allah Ta‘ala, berbicara dengan saudara-saudaranya, dan karena kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi.

5. Memuji Allah Ta‘ala setelab ia makan, dan minum. Ketika ia minum susu, ia berkata, "Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan tambahilah rizki-Mu (kepada kami)". Jika berbuka puasa di tempat orang, ia berkata, "Orang-orang yang mengerjakan puasa berbuka puasa di tempat kalian, orang-orang yang baik memakan makanan kalian, dan semoga para malaikat mendoakan kalian."

Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 185-191.

Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu

Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu

'Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (QS 58: 11)

Dunia pendidikan kita sering menggemparkan. Di sisi yang satu, cukup banyak pelajar kita yang sering memperoleh penghargaan di tingkat internasional melalui olimpiade matematika, fisika, kimia, dan astronomi. Mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri pun banyak yang berprestasi tidak kalah dengan mahasiswa dari negara maju. Malahan, ada di antara mereka yang setelah lulus tidak mau kembali ke Indonesia karena langsung memperoleh pekerjaan dengan gaji yang luar biasa besarnya. Namun, di sisi yang lain, sering pula kita mendengar dan/atau menyaksikan sendiri perkelahian antarpelajar. Pelajar mengamuk karena tidak naik kelas atau tidak lulus. Pelajar mencorat-coret bajunya sebagai wujud gembira karena lulus ujian nasional. Pelajar putri mempunyai gang nero. Beberapa guru bersekongkol melakukan kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional. Guru ”menyiasati” sertifikasi guru. Kepala sekolah korupsi. Kepala sekolah menyuruh guru agar ”menyukseskan” ujian nasional, tetapi dengan cara curang. Di samping gitu, ada guru yang melakukan tindak kekerasan pada pelajar sehingga menewaskan pelajar tersebut.
Di samping itu, mahasiswa tawur dengan sesama mahasiswa. Mahasiswa tawur dengan awak kendaraan umum. Mahsiswa terlibat kasus narkoba.Dosen berselingkuh. Ada perguruan tinggi yang dalam upaya mendidik kesamaptaan fisik dan mental rohani dengan cara kekerasan sehingga mengakibatkan korban jiwa (tengoklah STPDN, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, atau institusi pendidikan lainnya!). Di sisi yang lain lagi, cukup banyak gedung sekolah yang ambruk karena rusak.
Jika berbagai peristiwa itu ditinjau dari sudut pandangan adab dan manfaat menuntut ilmu, dapat dipastikan bahwa semua itu tidak mungkin terjadi tanpa sebab. Penyebabnya pun tidak bersifat tunggal, bahkan kompleks. Namun, secara sederhana dapat dikemukakan bahwa tidak dipahaminya dan/atau tidak diamalkannya adab dan manfaat menuntut ilmu menjadi penyebab utama.
Pemahaman dan pengamalan adab menuntut ilmu dan pemahaman dan pengamalan manfaat ilmu sangat banyak dan kompleks. Semua pihak yang terkait dengan proses menuntut ilmu seharusnya memahami benar dan mengamalkan adab menuntut ilmu. Dari sisi peserta didik, dalam hubungannya dengan adab menuntut ilmu, ada adab terhadap diri sendiri, adab terhadap guru, adab berteman, dan adab terhadap kehidupan ilmiahnya.
Pada kesempatan ini mari kita perhatikan secara khusus adab terhadap diri sendiri dalam hubungannya dengan menuntut dan mengamalkan ilmu. Kata kunci dalam hubungannya dengan adab dan manfaat menuntut ilmu adalah ibadah kepada Allah swt. menjadi landasan dan tujuan menuntut ilmu.

‘Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.’ (QS, adz-Dzariyat: 56)

Ibadah apa pun selalu dikerjakan dengan ikhlas.

‘Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam melaksanakan agama dengan lurus ….’ (al-Bayyinah: 5)

Persoalannya adalah apakah kita mempunyai niat beribadah kepada Allah dalam hal menuntut ilmu? Berapa banyak di antara umat Islam yang menuntut ilmu dengan niat beribadah kepada Allah?
Menuntut ilmu yang dilandasai dan dengan tujuan ibadah pada Allah swt. pasti ditempuh dengan cara yang diridhai-Nya. Perintah Allah swt. dan Rasul-Nya dilaksanakan dengan ikhlas, sedangkan larangan-Nya ditinggalkan juga dengan ikhlas. Di bawah ini dikemukakan beberapa contoh perintah Allah swt. yang dapat berkaitan dengan adab dan manfaat menuntut ilmu. Mari kita selalu bertanya: Mengapa dan sudahkah kita melaksanakannya?

1. jujur (QS 22: 30)

'Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.'

2. menghargai waktu agar tidak merugi (QS 103:1-3)

Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam keadaan kerugian, kecuali orang-orang yang benar beriman dan mengerjakan amal salih, dan nasihat-menasihati agar menaati kebenaraan dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.'

3. berlaku tawadhu’ (QS 17: 37)

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung!'

4. bersabar (QS 3: 200)







‘Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.'

5. bercita-cita tinggi dan bersemangat dalam menuntut ilmu (QS 39: 9; 58: 11)


’(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.’

6. konsisten pada tuntunan Rasulullah saw. (QS al-Hasyr: 7)


Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya baginya, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sanggat keras hukuman-Nya.

‘Katakanlah, “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir. ” (QS Ali Imran: 32)

7. sadar selalu diawasi Allah (QS 13: 33)
'Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah, “Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu”. Atau apakah kamu hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi, atau kamu mengatakan (tentang hal itu) sekedar perkataan pada lahirnya saja. Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan (oleh syaitan) memandang baik tipu daya mereka dan dihalanginya dari jalan (yang benar). Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka baginya tak ada seorangpun yang akan memberi petunjuk. Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. '

8. berpaling dari tempat-tempat yang sia-sia (QS 25: 72)

’... dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.’

9. menghindari hura-hura (QS 7: 31)
’Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan!'

10. bersikap lemah-lembut (QS 31: 19)

'Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya, seburuk-buruk suara ialah suara keledai.'

11. berpikir dan merenung (QS 6: 50)
‘Katakanlah, “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah, “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(-nya)?’

12. teguh pendirian dan selektif menerima berita (QS 49: 6)
'Hai, orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu!'

surat resmi

SURAT LAMARAN

Bandung, 28 Juli 2009

Hal : Lamaran Pekerjaan

Kepada Yth,
Manajer PT. INDO IT
Jl. Raya Burangrang No. 5
Bandung

Dengan hormat,

Setelah saya membaca surat kabar Kompas, saya mendapatkan informasi bahwa PT. INDO IT, berencana mengembangkan Departemen Pemasaran PT. INDO IT.

Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankan saya mengajukan diri (melamar kerja) untuk bergabung dalam rencana pengembangan PT. INDO IT.

Mengenai diri saya, dapat saya jelaskan sebagai berikut :

Nama : YUSUF PRASETYO
Tempat & tgl. Lahir : Bandung, 22 Juni 1985
Pendidikan Akhir : Sarjana Komunikasi ITB
Alamat : Bandung, Komplek Kopo Indah, No. 204
Telepon, HP, e-mail : 022 5440xxx, 08132119xxxx, doni@gmail.com
Status Perkawinan : Belum Menikah

Saat ini saya bekerja di PT. SUBUR INDO, sebagai staf Pemasaran dan publikasi, dengan fokus utama pekerjaan di bidang finance publikasi.

Sebagai bahan pertimbangan, saya lampirkan :

1. Daftar Riwayat Hidup.
2. Foto copy ijazah S-1.
3. Foto copy sertifikat kursus/pelatihan.
4. Pas foto terbaru.

Besar harapan saya untuk diberi kesempatan wawancara, dan dapat menjelaskan lebih mendalam mengenai diri saya. Seperti yang tersirat di resume (riwayat hidup), saya mempunyai latar belakang pendidikan, pengalaman potensi dan seorang pekerja keras.

Demikian saya sampaikan. Terima kasih atas perhatian Bapak.

Hormat saya,


YUSUF PRASETYO